Kebahagiaan

18 Februari 2011 Tinggalkan komentar

Bismillahirrohmanirrohim

Suatu ketika, di tepian telaga kelihatan seorang pemuda sedang duduk termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di laluinya, namun tidak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. “Sedang apa kau di sini wahai anak muda?” tanya seseorang. Rupanya ada seorang lelaki tua. “Apa yang kau risaukan..?” Anak muda itu menoleh ke samping, “Aku lelah Pak Tua. Telah berbatu-batu jarak yang ku tempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga ku temukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melalui gunung dan lembah, tapi tidak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemanakah aku harus mencarinya? Bilakah akan ku temukan rasa itu?” Lelaki tua itu duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Dipandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, dia mulai berkata, “Di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu

buatku.” Mereka berpandangan. “Ya… tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu,” Pak Tua mengulangi kalimatnya lagi. Perlahan…. pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tidak berapa lama, ditemuinya taman itu. Taman yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang sedang mekar. Maka tidak heranlah, banyak kupu-kupu yang berterbangan di sana. Dari kejauhan Pak Tua melihat, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu. Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-ngendap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Dia tidak ingin kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Dia gagal. Dia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Dirempohnya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupukupu yang dapat ditangkap. Si pemuda mulai kelelahan. Nafasnya semakin kencang, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, “Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah.” Tampak Pak Tua yang berjalan perlahan. Ada sekumpulan kupukupu yang berterbangan di sisi kanan dan kiri Pak Tua. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu. “Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Merempoh-rempoh tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?” Pak Tua menatap pemuda itu. “Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu.  Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu.” “Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Kerana kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemanamana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri.” Pak Tua mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu- kupu yang hinggap di hujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu- kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengkagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

PENGAJARAN CERITA INI:
Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, merempoh sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya. Namun kita belajar. Kita belajar bahawa kebahagiaan tidak boleh di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahawa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha
meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.
Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah
kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam  bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita. Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu “hinggap” di hati kita,  namun kita tidak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu  berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya. (nrl)

Tulisan ini ditulis oleh Moh. Nurulloh (Teman sekamar saya yang sempat menjadi Mahasiswa Teknik Informatika 2010 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) selama 4 bulan yang saat ini sedang berjuang mencari jalan hidupnya di luar sana).

Kategori:Sahabat

Tuntutlah Ilmu Sampai ke Liang Lahat

Bismillahirrohmanirrahim

Di suatu pagi, dalam perjalanan menggunakan Bus AKAS menuju Kota Surabaya, saya duduk bersebelahan dengan seorang bapak dengan jaket jumper biru dan headset di telinga, sekilas memperlihatkan beliau nampak berjiwa muda, meskipun usianya bisa saya katakan sudah tidak muda lagi (38 tahun).

Pak Fendy, begitu nama panggilan beliau setelah kami berkenalan. Siapa sangka, dengan penampilan yang modis tersebut ternyata beliau bekerja di Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, Sumenep membantu dalam memfasilitasi sarana dan prasarana santri di sana. Berniat untuk pergi ke Sedayu, Gresik untuk membeli beberapa rebana untuk pondoknya, mungkin untuk Perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. yang semakin dekat.

Percakapan kecil yang tidak terencana mengiringi perjalanan kami berdua menuju tempat tujuan kami. Saya beri inisial untuk Pak Fendy (F) dan saya sendiri (S) untuk mempermudah pembaca dalam membaca percakapan kami.

F :  Turun mana mas ?

S : Ujung, Bapak ?

F : Sama, Ujung, Kuliah ya ?

S : Iya Pak

F : Dimana ?

S : di ITS

F : Ambil jurusan apa ?

S : Teknik Material dan Metalurgi

F : Wah, material bikin bangunan, sekarang lagi musim-musimnya bikin bangunan, bagus itu lahan basah pastinya

A : (belum sempat menjelaskan, beliau langsung saja melanjutkan ucapannya. Entah, saya lupa Pak Fendy orang yang keberapa yang saya temui, yang berpikir jurusan Teknik Material dan Metalurgi itu berkaitan dengan konstruksi bangunan sama seperti halnya jurusan Teknik Sipil, padahal berbeda sekali T_T. Mari saya jelaskan sebentar, berstatus menjadi Mahasiswa semester enam di jurusan Teknik Material dan Metalurgi setidaknya membuat saya paham apa yang dipelajari di jurusan tersebut. Jurusan ini mempelajari material-material alam dan buatan (polimer, keramik, komposit, bio, dll) dan  metalurgi (logam seperti besi, baja,aluminium, dll), mulai dari proses awal terbentuknya hingga menjadi sebuah produk yang bisa digunakan secara massal, bukan untuk membuat konstruksi sebuah bangunan, hanya saja material yang diperlukan mungkin sedikit dibutuhkan dalam hal ini.)

F : Teman saya, ada yang kuliah Teknik di Unibraw, pertama kali kerja gajinya udah 8 juta. Gimana gak punya mobil kalo bisa nabung tiap bulan ? Memang kalo sarjana teknik itu, banyak dicari orang, apalagi material bangunan, bisa tajir.

A : (hanya bisa tersenyum), Kalo boleh tahu, Bapak sekarang kerja di Surabaya ?

F : Bukan, saya cuma bantu-bantu saja di Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, Sumenep, ya bisa dibilang pekerjaan tidak tetap. Ini mau ke Sedayu, Gresik mau beli rebana

A : Oh gitu, berarti Bapak dulu pernah mondok di sana ?

F : Bukan mondok mas, tapi kuliah. Dulu saya sukanya main-main, lulus SMA tahun 1990 tapi saya baru kuliah di sana tahun 2004.

A : (Kaget)

F : Tapi, saya pertama kali penasaran, bagaimana rasanya dunia kuliah itu ? Dengan modal seadanya akhirnya saya masuk ke Pondok Pesantren Al Amien Prenduan Sumenep, Ambil Jurusan Tarbiyah. Setelah masuk, ternyata begini ya dunia kuliah itu. Tman-teman saya pemuda-pemuda 19-20 tahunan, sedangkan saya sendiri sudah 35 tahun waktu itu, tapi yang namanya orang belajar bukan dipandang melalui usia, asalkan ada niat, mengapa harus malu? Kita itu malah harus menuntut ilmu mulai dari lahir hingga mati kelak.

A : (tersenyum)

(amr)

Kategori:Motivasi

From Madiun to Manhattan

Masjid Agung “Baitul Hakim” (Madiun)

Alhamdulillah, masih diberi kesempatan oleh Allah SWT. untuk mengunjungi masjid terbesar di Kota Madiun. Bersyukur sekali masih diberi kesempatan untuk melakukan Sholat Maghrib berjamaah di sana. Masjid yang didominasi warna biru dari luar tampak terlihat lebih anggun di setiap sisi-sisinya di bagian luar, bagaikan air yang menunjukkan ketenangannya bagi siapa saja yang menikmatinya.

Masuk ke dalam begitu luasnya masjid ini. dengan dinding marmer dan atap kayu kuno seperti kembali ke masa lampau, menyejukkan hati dengan paduan kemewahan dan kesederhanaan. Jendela besar dengan horden hijau cukup mencerminkan masjid tersebut didirikan sudah cukup lama. Waktu saya pergi ke sana tampak, bahan-bahan bangunan menginsyaratkan masjid tersebut sudah mulai direnovasi. Di depan bagian atas sisi kanan dan kiri masjid, nampak seperti bangunan kubah baru. Bangunan masjid di bagian selatan terlihat hasil bongkaran dan diperbaiki.

Penyempurnaan bangunan Masjid ini dilakukan Pemkot Madiun karena tahun ini (2011) Kota Madiun akan menjadi tuan rumah MTQ se- Jawa Timur.  Tak tanggung-tanggung dana yang dikucurkan sebesar Rp 3 miliar. Konsep Masjid Agung “Baitul Hakim” adalah representatif dan artistik. Renovasi ini mengadopsi langsung dari tiga masjid besar lainnya, Masjid Al Akbar Surabaya, Masjid Agung Semarang, Masjid Agung Tuban.  (http://www.portalmadiun.web.id/berita-mawirotaman/berita-madiun/masjid-agung-madiun-direnovasi-sedot-rp-3-miliar.html)

Alon-Alon Madiun

Letaknya di depan persis Masjid Agung “Baitul Hakim”. Sambil menunggu waktu Maghrib tiba, kami melepas penat setelah seharian berkeliling di Magetan dengan berjalan-jalan santai menuju Alon-alon Madiun. Banyak sekali orang yang datang ke sana, mulai dari para pedagang , hingga para orang tua yang mengajak putra-putrinya pergi bermain-main. Di sekeliling Alon-alon Madiun banyak sekali pedagang yang berjejer mulai dari penjual mainan hingga makanan. Sore hari yang sangat indah, jika saja saya bisa berkumpul dengan keluarga besar di sini, tapi setidaknya dengan berkumpul dengan teman-teman, sudah cukup hati ini merasakan kebahagiaan. (amr)

Masjid “Al Ukhuwwah” Lanud Iswahjudi (Magetan)

Perjalanan terakhir sebelum pulang ke Surabaya dengan mengunjungi Masjid “Al Ukhuwwah” Lanud Iswahjudi di daerah perbatasan Magetan-Madiun. Suasana cukup sepi, hening. Alhamdulillah masih diberi kesempatan olehNya melaksanakan sholat Isya berjemaah di sana. Didominasi warna biru mulai dari tembok hingga atap menandakan warna kebanggaan dari angkatan udara yaitu biru muda. Jemaahnya kemungkinan berasal dari rumah-rumah sekitar yang dihuni oleh para anggota TNI Angkatan Udara. Desainnya sama seperti Masjid kebanyakan. Mulai dari anak-anak , Bapak-bapak, dan Ibu-ibu melaksanakan Sholat Isya berjemaah sampai tiga shaf, Subhanallah, hampir menyamai rata-rata shaf-shaf Masjid  di Surabaya, padahal daerahnya sepi sekali, hanya sesekali terdengar suara jangkrik. (amr)

Kategori:Petualangan